Filosofi Shinkanshen

Semakin lama, "pergerakan" dan produktifitas manusia semakin cepat. Semula, manusia memenuhi kebutuhannya dengan mengambil apa yang tersedia langsung di alam, menangkap binatang, memetik dari pepohonan. Itu disebut era berburu. Tentu saja, hasil yang didapatkan sangat terbatas. Hanya cukup untuk hari itu, atau beberapa hari saja.


Produktifitas menjadi lebih cepat ketika manusia beralih ke era agraria. Orang-orang mengais tanah, menanam benih, menyiramnya, dan dalam waktu beberapa bulan mereka memetik hasilnya. Panen. Jauh lebih banyak daripada hasil berburu. Demikian pula dengan binatang yang telah mereka budidayakan. Aktifitas manusia meningkat. Mobilitasnya makin cepat, produktifitasnya makin meningkat.

Di era itu kemudia timbul masalah. Musim panen barang melimpah. Karena tidak tahan lama akhirnya banyak buah dan bahan makanan terbuang. Sia-sia. Membusuk sebelum sempat dimanfaatkan. Hingga lahirlah era berikutnya menjawab problematika itu. Mesin-mesin diciptakan, teknologi dimanfaatkan. Hingga sayur, buah-buahan, daging, ikan, dan bahan makanan bisa diawetkan. Diatur distribusinya, diatur logistiknya. Diolah, dibentuk, dan dikemas. Maka persediaan makanan relatif tak lagi terbatasi musim. Kecepatan dan produktifitas meningkat puluhan kali lipat.

Kini kita hidup di era informasi. Kecepatan semakin dbutuhkan pada era ini. Bukan hanya kecepatan informasi digital yang berwujud pada tersedianya informasi tentang berbagai peristiwa di belahan lain dunia dalam waktu seketika itu juga. Kecepatan tim dalam bekerja juga menjadi tuntutan yang niscaya. Perusahaan yang bergerak lambat akan tertinggal kompetitornya dan bisa gulung tikar dalam waktu dekat.

Di era informasi ini, customer masih menggunakan pertimbangan segitia TCQ dalam memutuskan produk yang dibelinya. Time (waktu), Cost (harga), Quality (kualitas). Time biasanya terletak pada seberapa cepat produk itu tersedia, dikirim, diterima customer. Pada sektor jasa, time lebih penting lagi. Banyak orang berpikir bahwa cost dan quality tidak berhubungan kecepatan. Padahal tidak demikian. Ketika perusahaan bisa bergerak lebih cepat, itu tidak hanya memperpendek waktu (time), tetapi juga menekan cost (biaya). Minimal biaya gaji, biaya depresiasi, dan sejumlah fixed cost. Demikian pula tentang quality. Pada beberapa sektor jasa, quality sebuah produk ditentukan secara langsung oleh time.

Bagaimana cara meningkatkan kinerja tim? Inilah hal penting yang akan kita bahas. Untuk menjawab problematika dan tantangan di era kita yang sangat menghajatkan kecepatan.

Pernahkah Anda naik kereta api? Kereta api pasti memiliki lokomotif dan gerbong-gerbong. Biasanya, mesin kereta api ada di depan. Di lokomotif. Ia yang menarik seluruh gerbong hingga bergerak dengan kecepatan tertentu. Kereta api apa yang paling cepat di Indonesia? Kita yang pernah naik Argo Bromo dan Anggrek pasti menjawab dengan menyebutkan dua nama itu. Kecepatannya 100-120 km/jam. Sehingga untuk menempuh jarak Surabaya - Jakarta dibutuhkan waktu 8-9 jam. Ini kita anggap sudah cepat.

Namun, kita akan merasakan bahwa Argo Bromo dan Anggrek ternyata lambat jika membandingkannya dengan Shinkanshen. Ini kereta api di Jepang yang biasa disebut kereta peluru. Kecepatannya mencapai 300 km/jam. Sehingga untuk menempuh jarak Jakarta-Surabaya hanya butuh waktu 2,5 jam.

Apa yang membedakan dengan Argo Bromo, Anggrek, dan kereta api lain di Indonesia? Jika Argo Bromo, Anggrek, dan kereta api sejenis hanya memiliki mesin di lokomotif, Shinkanshen memiliki mesin di semua gerbong. Mesin yang diebut motor induksi ini menggerakkan kereta api bersama-sama. Lokomotif tetap ada. Tetapi bukan untuk menarik "beban" gerbong-gerbong sendirian. Ia ada karena tetap diperlukan untuk mengatur perjalanan kereta api. Kapan harus berangkat. Kapan harus berhenti. Kapan membuka pintu. Kapan menutup pintu. Menikung. Dan sebagainya.

Dalam tim –di perusahaan, instansi pemerintah, maupun swasta- kita perlu menggunakan filosofi Shinkanshen. Bahwa setiap gerbong, setiap unit dari tim, harus bisa bergerak sendiri. Memiliki motor. Memiliki inisiatif. Tanpa harus menggantungkan diri kepada leader. Kepada pimpinan. Entah direktur atau apapun namanya.

Jika tim dan anggota dalam tim masing-masing telah memiliki job description yang jelas, tidak perlu menunggu instruksi dari leader. Tidak perlu "diobraki" pemimpin. Semua perlu bekerja dan bergerak. Memiliki "motor induksi" sendiri-sendiri. Hasilnya, tim akan bergerak lebih cepat. Tujuan akan lebih mudah dicapai. Produktifitas pun meningkat.

Fisosofi Shinkanshen ini bukan hanya tepat untuk diaplikasikan di organisasi profit. Bahkan, organisasi nirlaba pun memerlukannya. Apapun tim Anda; perusahaan, instansi pemerintah, ormas, orsospol, yayasan, LSM, bahkan partai politik sekalipun, jadikan setiap unit dalam tim dan setiap personelnya memiliki "motor induksi" sendiri untuk bergerak bersama.

pks gresik,dpd pks gresik, adi wisnugraha,partai keadilan sejahtera gresik, pks kabupaten gresik , gresik sejahtera,pk sejahtera gresik,didit

Posting Komentar untuk "Filosofi Shinkanshen"