Jawaban FPKS Atas Pendapat Gubernur Terhadap Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan

Jawaban Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Atas Pendapat Gubernur Terhadap Raperda Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Di Provinsi Jawa Timur
Juru Bicara : Ir. H. Artono
Assalamu ‘alaikum wa Rahmatullahi wa B96arakatuh.
Yth. Pimpinan RapatYth. Sdr. Gubernur & Wakil Gubernur Jawa TimurYth. Sdr. Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Timur beserta jajarannya.Yth. Pimpinan dan Anggota DPRD Jawa TimurYth. Sdr. Wartawan, hadirin dan undangan yang kami hormati.
Alhamdulillah, Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian, sehingga pada kesempatan yang baik ini kita bisa berkumpul dalam kondisi sehat wal afiat untuk dapat menjalankan amanah konstitusional, yakni penyampaian Jawaban fraksi-fraksi DPRD Propinsi Jawa Timur atas Pendapat Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif DPRD Propinsi Jawa Timur, Yakni Raperda tentang Penyelenggaraan Keolahragaan di Provinsi Jawa Timur. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan  kepada uswah hasanah kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang selalu setia di jalan-Nya. amin
 Rapat Dewan yang Terhormat,
Secara filosofis, Pada hakekatnya kegiatan olahraga merupakan miniatur kehidupan. Hal ini dapat dikatakan  demikian  karena  di  dalam  aktifitas  olahraga  terdapat  aspek-aspek  yang berkaitan  dengan  tujuan,  perjuangan,  kerjasama,  persaingan,  komunikasi  dan  integrasi kekuatan  fisik  dan  daya  tahan  mental,  kebersamaan,  sikap  responsif,  pengambilan keputusan,  kejujuran  dan  sportifitas.  Semua  aspek  ini  merupakan  aspek-aspek  yang berada dalam diri manusia baik secara individu maupun secara bermasyarakat. Ikut aktif dalam berolahraga, berarti melatih diri untuk meningkatkan kualitas berbagai aspek yang diperlukan  untuk  dapat  eksis  ditengah-tengah  masyarakat  yang  semakin  dinamis.
Berdasarakan  nilai  yang  terkandung  dalam  olahraga  tersebut,  maka  sudah  selayaknya olahraga  ditempatkan  pada  posisi  prioritas,  karena  nilai-nilai tersebut  memang  sangat diperlukan oleh suatu bangsa yang ingin maju. Karena itu, pembangunan dan pengembangan olahraga memiliki nilai sangat strategis bagi pembangunan karakter bangsa. Di tengah problematika bangsa yang begitu kompleks seperti saat ini, nilai-nilai yang terkandung dalam olahraga dapat dijadikan sebagai katalisator bagi pembangunan karakter bangsa dan sector-sektor pembangunan lainnya.
Pembangunan olahraga sesungguhnya tidak cukup  hanya diidentifikasi ukuran prestasi yang diidentikkan dengan perolehan medali khususnya emas atau  peringkat  yang  dicapai  dalam  event  olahraga  seperti  Pekan  Olahraga  Nasional (PON) atau pekan-pekan olahraga yang diselenggarakan secara internasional seperti SEA Games,  Asian  Games,  atau  Olympic  Games.  Olahraga  sebagai  instrumen  pembangunan hendaknya  diposisikan  dan  diberdayakan  dalam  arti  luas  untuk  tidak  saja  pencapaian prestasi  demi  harkat  dan  martabat  bangsa,  tetapi  untuk  mencapai  tujuan  nasional  antara lain kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata.
Secara Sosiologis, Seperti kita ketahhui, Jawa Timur memiliki jumlah penduduk sebesar 38 juta jiwa. Jumlah tersebut terbesar kedua di Indonesia setelah Propinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk sebesar itu dapat dijadikan sebagai modal sosial-demografis bagi pembangunan SDM keolahragaan di Jawa Timur. Dengan jumlah sebanyak itu pula, Jawa Timur memiliki potensi SDM keolahragaan yang sangat besar dalam melahirkan olehragawan-olahragawan yang handal dan berkualitas yang siap bersaing baik di level nasional maupun internasional.
Dan fakta menunjukkan, bahwa sampai saat ini, Propinsi Jawa Timur masih menjadi salah satu barometer prestasi olahraga nasional atau dalam penyelenggaraan keolahragaan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan;pertama, selama ini Propinsi Jawa Timur menjadi salah satu propinsi yang menjadi gudang atlet tingkat nasional yang memberi kontribusi signifikan terhadap atlit-atlit nasional  sekaligus “penyuplai” utama atlet nasional untuk kejuaraan tingkat regional maupun internasional. Sehingga boleh dikata, bahwa Jawa Timur merupakan penyangga martabat bangsa dalam tataran keolahragaan. Kedua, Selama ini Jawa Timur dikenal sebagai salah satu propinsi yang berprestasi cukup signifikan dalam kompetisi olahraga nasional. Sebut saja misalnya, pada penyelenggaraan PON tahun 2008 lalu, Jawa Timur menjadi Juara Umum. Selain itu, juga memberi kontribusi prestasi di tingkat regional maupun internasional. Sebut saja misalnya, pada even SEA-Games tahun 2011 di Palembang, dengan kekuatan kontribusi sebanyak 167 personel atlet, Jawa Timur mampu meraih dan menyumbang medali sebanyak 59 emas, 58 perak dan 47 perunggu untuk Indonesia.
Rapat Dewan yang Terhormat,
Potensi dan prestasi keolahragaan di Jawa Timur yang begitu besar tersebut perlu dijaga dan ditingkatkan lebih baik. Pembinaan dan pengembangan olahraga di Jawa Timur yang lebih baik dan berkualitas harus terus dilakukan agar “prestise dan identitas” Jawa Timur sebagai gudangnya atlet nasional dan prestasi bagi kebanggan daerah dan nasional tetap terjaga. Penyusunan dan pembentukan Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan di Jawa Timur ini memiliki nilai stretegis dalam pengembangan dan pembinaan olahraga di Jawa Timur. selain menjadi instrument yuridis bagi penyelenggaraan keolahragaan di Jawa Timur, Raperda ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas SDM pembangunan di Jawa Timur pada umumnya, dan peningkatan prestasi olahraga Jawa Timur pada khususnya.
Secara yuridis, penyusunan dan pembuatan Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan di Jawa Timur ini, merupakan amanat Undang-Undang No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dalam pasal 13 ayat 2 menyebutkan bahwa “pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan di daerah”. Kewenangan tersebut juga datur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 pasal  11 ayat (1). Raperda ini nantinya akan dijadikan landasan dan payung yang menentukan arah jangka panjang pembangunan keolahragaan daerah yang ingin dicapai atau diwujudkan.
Pembangunan keolahragaan daerah membutuhkan visi yang jelas dan itu harus menjadi bagian dari visi masa depan pembangunan daerah. Dalam hal pembangunan olahraga, kita mesti belajar dari negeri tirai Bambu (China). China merupakan negara yang berhasil dalam mengembangkan olahraga prestasi  dan peningkatan budaya olahraga di kalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari prestasinya menjadi juara umum pada  Olimpiade Beijing 2008. Pemerintah China mampu menggabungkan  kebijakan  keolahragaan  yang  mengarahkan  olahraga  sebagai  salah  satu alat instrumen bagi pencapaian visi (ideologi) masa depan bangsa. Cina menjadi adidaya baru  di  bidang  olahraga  secara  sistematis dan masif,  dikarenakan  China  memiliki  visi  masa  depan untuk  mengungguli  Amerika  dan  negara  lain.  Mereka  melakukan  konsolidasi  berbagai aspek  seperti  politik,  ekonomi,  budaya,  dan  olahraga.  Arah  kebijakan  pembangunan olahraga  China  adalah :  (1)  menjadikan  olahraga  sebagai  instrumen  dari  pencapaian  visi bangsa;  (2)  menggunakan  kemajuan  ekonomi  untuk  memberikan  jaminan  kesejahteraan bagi  atlet;  (3)  melakukan  pembibitan  atlet  sejak  dini  secara  berjenjang  dan  terintegrasi; dan  (4)  menjadikan  kemajuan  sains  dan  teknologi  untuk    melakukan  akselerasi  dalam pencapaian prestasi olahraga. Dan Jawa Timur dengan modal sumber daya yang dimiliki, dapat menjadi “trend setter” bagi daerah-daerah lain dan nasional dalam visi pembangunan keolahragaan daerah yang lebih baik dan modern.
Rapat Dewan Yang Terhormat,
Dalam kesempatan yang baik ini, Fraksi PKS menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Saudara Gubernur yang telah menyampaikan pendapat terhadap Raperda Inisiatif DPRD Propinsi Jawa Timur, yakni Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan Di Provinsi Jawa Timur. Penjelasan, kritiik, saran, dan masukan yang cukup konstruktif dan kontributif dari penjelasan dan jawaban gubernur tersebut akan sangat berharga bagi upaya pembenahan, perbaikan dan penyempurnaan pembahasan Raperda Inisiatif DPRD ini sehingga menjadi Raperda yang visible, komprehensif, dan menjadi kebijakan regulatif yang dapat memberi solusi pembangunan dan pengembangan keolahragaan di Jawa Timur.   
Dalam kesempatan ini, akan disampaikan Jawaban Fraksi PKS DPRD Jawa Timur terhadap pendapat gubernur atas Raperda Inisiatif DPRD tentang Penyelenggaraan Keolahragaan di Jawa Timur, sebagai berikut ;
  1. Terkait dengan pendapat gubernur; PENDAPAT GUBERNUR : bahwa Penyusunan sistematika draft raperda terkesan tidak runtut dan meloncat-loncat,  sehingga perlu dilakukan pembenahan kembali terhadap alur pokok bahasan dari BAB ke BAB, sehingga pembahasan akan lebih mengalir. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat bahwa secara teknis penyusunan sistematika dalam RAPERDA penyelenggaraan keolahragaan sudah cukup runtut, hal tersebut dapat dilihat dari sistematika RAPERDA.
  2. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : Dalam Nota Penjelasan DPRD, dikemukakan bahwa raperda tentang Penyelenggaraan Keolahragaan ini diusulkan karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan beserta Peraturan Pelaksanaannya belum memadai untuk menjawab kondisi obyektif dari permasalahan yang dihadapi daerah dalam pembangunan olahraga, tetapi apabila mencermati norma-norma yang diatur didalamnya, sebagian besar merupakan   adopsi  dari   materi   yang   sudah   diatur  dengan cukup jelas dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan terutama dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, yang kemudian  dilakukan penambahan atau pengurangan yang kadang-kadang justru menimbulkan penafsiran dan/atau maksud yang berbeda. Proses adopsi yang demikian dalam beberapa hal justru menjadikan bahwa apa yang diatur dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 jauh lebih lengkap atau lebih jelas dari pada  yang diatur dalam Raperda. Atas pendapat gubernur ini, FPKS berpendapat           bahwa tanggapan dari gubernur yang menyatakan ‘’…penambahan atau pengurangan yang kadang-kadang justru menimbulkan penafsiran dan/atau maksud yang berbeda…’’. pendapat tersebut tidak jelas, karena tidak menyebutkan norma/pasal yang dimaksud.
  3. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR yang menyatakan : bahwa Pada ketentuan Pasal 6 yang menyatakan bahwa  penyelenggaraan keolahragaan menganut prinsip-prinsip penyelenggaraan keolahragaan nasional, sehingga seharusnya cukup mengadop keseluruhan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 mengenai prinsip-prinsip keolahragaan nasional, bukan membuat atau memunculkan prinsip-prinsip sendiri, karena dalam penyelenggaraan keolahragaan antara nasional dan daerah menganut prinsip yang sama. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat bahwa : Bahwa dalam pasal 6 RAPERDA menyatakan ‘’Penyelenggaraan keolahragaan dilaksanakan sesuai prinsip penyelenggaraan keolahragaan nasional DAN tata nilai  sebagai dasar sekaligus pemberi arah bagi semua pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan keolahragaan’’. Bahwa berdasarkan pasal 6 RAPERDA tersebut jelas prinsip yang dianut oleh RAPERDA adalah prinsip dari UU No.3 tahun 2005 mengenai prinsip-prinsip keolahragaan nasional dan tata nilai  sebagai dasar sekaligus pemberi arah bagi semua pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan keolahragaan. Jadi disimpulkan bahwa prinsip dalam raperda tersebut tidak hanya prinsip  dalam uu penyelenggaraan keolahragaan nasional tetapi juga nilai-nilai lain sebagai dasar dalam menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan keolahragaan dan penambahan prinsip tersebut tidak dilarang/diperbolehkan oleh teori hukum  pembentukan peraturan perundang-undangan dan juga oleh hukum positif/peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia
  4. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : bahwa Banyak istilah dalam Peraturan Pemerintah yang digunakan untuk mengatur kewenangan pemerintah pusat diadop dalam Raperda dan langsung digantikan  dengan istilah yang digunakan untuk mengatur kewenangan pemerintah daerah, padahal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda. Oleh karenanya untuk penggantian istilah dimaksud perlu diperhatikan dan dicermati dengan hati-hati, terutama menyangkut implementasinya terhadap tanggungjawab dan kewenangan masing-masing.Istilah-istilah dimaksud, misalnya : ”Menteri” diganti dengan istilah ”dinas”, ”induk organisasi olahraga” diganti dengan istilah ”pengurus provinsi cabang olahraga,”. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat ; Pertama, bahwa pendapat Saudara Gubernur yang menyatakan ‘’istilah dalam Peraturan Pemerintah yang digunakan untuk mengatur kewenangan pemerintah pusat diadop  dalam  Raperda danlangsung digantikan  dengan istilah yang digunakan untuk mengatur kewenangan pemerintah daerahmisalnya : ”Menteri” diganti dengan istilah ”dinas”, dan ”induk organisasi olahraga” diganti dengan istilah  ”pengurus provinsi cabang olahraga,” padahal kewenangan dan tanggungjawabnya berbeda…’’. Kedua,Bahwa kewenangan dan tanggung jawab menteri jelas berbeda dengan kewenangan dan tanggung jawab dinas, juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab induk organisasi olahraga berbeda dengan kewenangan dan tanggung jawab pengurus provinsi cabang olahraga,”. Ketiga, Bahwa karena perbedaan tanggung jawab dan kewenangan tersebut maka tidak benar apabila GUBERNUR berpendapat bahwa dalam RAPERDA hanya menggantikan istilah-istilah yang digunakan dalam Peraturan Pemerintah. Kewenangan dan tanggung jawab dinas dalam RAPERDA  telah sesuai/tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 9 tahun 2008 Tentang organisasi, tata kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur. Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal – pasal dalam RAPERDA yang mengatur mengenai Dinas yaitu pasal : ‘’Pasal 15 ayat (2) dan (4), Pasal 16, pasal 17, Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) dan (3), Pasal 23 ayat (3),, pasal 25 ayat (2) ,, pasal 36 ayat  (2), pasal 70 ayat (1) dan  (2), Pasal 71. Sedangkan istilah untuk pengurus provinsi cabang olahraga jelas berbeda dengan induk organisasi olahraga dilihat dari konsep maupun tanggungjawab dan kewenangannya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal – pasal dalam RAPERDA yang mengatur mengenai pengurus provinsi cabang olahraga yaitu pasal 1 ayat (31),, pasal 22 ayat (3),, pasal 31 ayat (3), pasal 50, Pasal 51 ayat (1) dan (2),, pasal 53 huruf (j),, pasal 54,, pasal 55 (1) dan (2) huruf b,, pasal 67 ayat (1),, pasal 72 ayat (1),, pasal 76 huruf (c),, pasal 87 ayat (1),, pasal 89,, pasal 93,,pasal 94,, pasal 97,, pasal 109. Dari pasal – pasal tersebut jelas bahwa kewenangan dari pengurus provinsi cabang olahraga hanya pada tingkat propinsi saja berbeda dengan kewenangan Induk organisasi cabang olahraga.
  5. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : bahwa Terdapat kewenangan dan/atau tanggungjawab  pemerintah pusat yang langsung dipindahkan menjadi kewenangan dan/atau tanggungjawab daerah, misalnya kewenangan untuk ”mengembangkan kurikulum” dan ”menyelenggarakan festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasional” padahal kewenangan pemerintah daerah adalah ”pelaksanaan pengembangan kurikulum” dan ”memfasilitasi penyelenggaraan festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasional” =>. Atas pendapat ini, F-PKS berpendapat Bahwa kewenangan dari pemerintah daerah yang diatur dalam RAPERDA adalah untuk pelaksanaan pengembangan kurikulum” dan ”memfasilitasi penyelenggaraan festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasional”. Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasionalapabila mendapat delegasi dari pemerintah pusat sesuai dengan pasal 69 RAPERDA dengan dasar pasal 14 UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan. Jadi jelas bahwa pendapat gubernur yang menyatakan dalam RAPERDA pemerintah daerah berwenang menyelenggarakan  festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasional adalah tidak benar, hal ini karena dalam RAPERDA tersebut pada prinsipnya pemerintah daerah tidak berwenang menyelenggarakan  festival dan perlombaan olahraga nasional dan internasional, kewenangan untuk menyelenggarakan ada pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah berwenang untuk menyelenggarakan apabila mendapat kewenangan dari pemerintah pusat
  6. Berkaitan dengan penggunaan istilah antara KONI dengan KON, diperlukan persamaan persepsi dan kehati-hatian terhadap penggunaan kedua istilah dimaksud, karena dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tidak dikenal istilah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), yang dikenal adalah istilah Komite Olahraga Nasional (KON) yang merupakan organisasi yang dibentuk oleh Induk Organisasi Cabang Olahraga dan Komite Olahraga Provinsi (KOP) yang dibentuk oleh Organisasi Cabang Olahraga Provinsi. Dengan demikian kedua istilah tersebutmenunjuk pada 2 (dua) organisasi yang berbeda, karena KONI merupakan organisasi yang dibentuk oleh pemerintah.   Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat Bahwa maksud dari istilah KONI dari awal pembentukan RAPERDA memang berbeda dengan konsep KON yang terdapat dalam UU No.3 tahun 2005, hal ini karena KONI merupakan bentukan dari pemerintah daerah provinsi Jawa Timur dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan sesuai yang diatur dalam RAPERDA yaitu Pasal 1 angka 5, pasal 20, pasal 23 ayat (3), pasal 25 ayat (1), pasal 28, pasal 46 ayat 1, pasal 50 ayat 4, pasal 52 ayat (2)  a & e, pasal 54, pasal 55 ayat (1) & (2),, pasal 56, pasal 70 (1) (2) (3), pasal 72 (1) (2), pasal 76 (b), (c), pasal 77 ayat (2), pasal 109 d, pasal 111 d
  7. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : bahwa Untuk ketentuan sanksi administrasi, masih tidak jelas norma-norma apa yang dilanggar dan siapa yang melakukan pelanggaran, sedangkan menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, untuk rumusan ketentuan sanksi harus menyebut secara tegas norma larangan atau perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. Dalam kaitannya dengan ini, F-PKS berpendapat bahwa Bahwa berdasarkan pasal 114 RAPERDA ‘’Dalam rangka efektivitas pengawasan, Gubernur dapat mengenakan sanksi administratif kepada setiap orang atau organisasi olahraga yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan’’. Bahwa berdasarkan pasal 114 RAPERDA jelas bahwa sanksi administrasi dijatuhkan kepada setiap orang atau organisasi olahraga yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan tanpa menyebutkan rincian pasal yang dilanggar. Berdasarkan lampiran UU 12  tahun 2011 Tentang  teknik penyusunan naskah akademik rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, dan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota Nomor  65 bahwa ‘’ Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataandirumuskan dalam pasal terakhir dari bagian (pasal) tersebut. Dengan demikian tidak merumuskan ketentuan sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif dalam satu bab’’. Jadi karena dalam RAPERDA tersebut hanya mengatur mengenai sanksi administratif/ pelanggaran yang bersifat administratif maka tidak perlu menyebut secara tegas atau rinci norma larangan atau perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut
  8. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR yang menyatakan : Berkaitan dengan pernyataan dalam Nota Penjelasan bahwa salah satu alasan penting diajukannya Raperda  ini adalah agar  keinginan Provinsi Jawa Timur menjadi penyelenggara Asian Games Tahun 2019 mempunyai landasan yuridis, kiranya terhadap hal tersebut tidak tepat apabila dijadikan alasan karena apa yang diatur dalam Raperda dimaksud tidak berhubungan langsung  dengan  masalah   kesiapan  Jawa   Timur   khususnya Kota Surabaya sebagai penyelenggara event dimaksud, yang diutamakan oleh pihak pemerintah dan KONI Pusat untuk menjadi tuan rumah Asian Games Tahun 2019 dan menunjuk Jawa Timur sebagai tempat penyelenggaraan adalah kesiapan infrastrukstur pendukung terutama venue-venue olahraga yang dimiliki yang harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Selain hal tersebut tidak ada suatu ketentuan dalam peraturan  perundangan yang menyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi tuan rumah atau penyelenggara suatu event olahraga, suatu daerah harus mempunyai peraturan daerah tentang  keolahragaan. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat bahwa memang benar tidak ada suatu ketentuan dalam peraturan  perundangan yang menyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi tuan rumah atau penyelenggara suatu event olahraga, suatu daerah harus mempunyai peraturan daerah tentang  keolahragaan. Tetapi perlu diingat bahwa peraturan daerah diperlukan dalam mengatur mengenai keolahragaan sehingga penyelenggaraan keolahragaan dapat terlaksana sesuai dengan aturan dan terarah. Dan memang Raperda ini tidak secara khusus diperuntukkan sebagai syarat untuk menjadi tuan rumah Asian Games Tahun 2019 dan menunjuk Jawa Timur sebagai tempat penyelenggaraan. Akan tetapi Raperda ini lebih diarahkan pada penyediaan infrastrutkur atau venue olahraga yang lebih memadai dan berkualitas untuk penyelenggaraan keolahragaan, baik untuk kepentingan penyelengaraan olahraga tingkat nasional, regional, maupun internasional.
  9. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : Kewenangan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS), Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS), dan Pekan Olahraga Pesantren Nasional (POSPENAS). Hal tersebut memang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 ataupun Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 dan bisa saja diatur dalam raperda, hanya saja harus dicermati apakah pemerintah daerah berwenang untuk menyelenggarakan event-event tersebut  atau sekedar memfasilitasi penyelenggaraannya atau menyelenggarakan dengan skala provinsi. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat Bahwa dalam penjelasan raperda secara eksplisit menyatakan ‘’kegiatan olahraga yang bersifat Nasional dan secara otomatis perlu diselenggarakan pada tingkat propinsi yang semuanya belum diatur seperti adanya kegiatan O2SN, POPNAS, POR Pesantren….’’. Jadi penyelenggaraan kegiatan O2SN, POPNAS, POR Pesantren hanya pada tingkat propinsi dan berdasarkan pasal  13 (2) UU No.3 tahun 2005  Pemerintah daerah mempunyai  kewenangan untuk  mengatur, membina,   mengembangkan,  melaksanakan, dan  mengawasi penyelenggaraan keolahragaan  di daerah.
  10. Terkait dengan PENDAPAT GUBERNUR : perlu ditambahkan materi mengenai ketentuan penyelesaian perselisihan antar pelaku olahraga dan/atau adanya dualisme kepengurusan cabang olahraga yang selama ini sering terjadi tanpa adanya penyelesaian yang menyebabkan terganggunya program-program latihan yang telah disusun atau bahkan menggantung nasib para pelaku olahraga yang terlibat didalamnya karena ketidakjelasan status atau proses penyelesaian yang berlarut-larut, dan apabila hal tersebut dibiarkan tentu saja akan mempengaruhi prestasi para pelaku olahraga dimaksud. Terkait dengan ini, F-PKS berpendapat Bahwa kewenangan berdasarkan pasal 13 (2) UU No.3 tahun 2005  Pemerintah daerah mempunyai  kewenangan untuk  mengatur, membina,   mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan  di daerah. Jadi diluar hal tersebut pemerintah daerah tidak berwenang. Dalam masalah penyelesaian perselisihan atau dualisme kepengurusan cabang olahraga, pemerintah daerah sebatas menjadi fasilitasi dan mediasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Prinsipnya, jika terjadi perselisihan atar pelaku olahraga dan/ dualisme kepengurusan misalnya, maka tanggung jawab utama ada pada induk organisasi olaharaga masing-masing. Persoalan internal tersebut diupayakan untuk diselesaikan melalui mekanisme dan aturan internal induk organisasi olahraga masing-masing atau AD/ART induk organisasi olahraga masing-masing. Pada prinsipnya, kita berharap dua persoalaan tersebut tetap harus diselesaikan dengan baik agar penyelengaraan keolahragaan di Jawa Timur, terutama bagi peningkatan prestasi olahraga Jawa Timur tetap kondusif dan produktif.
Rapat Dewan Yang Terhormat,
Berdasarkan prinsip dan kaidah-kaidah pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan yang memuat landasan atau pertimbangan filosifis, yuridis, dan sosiologis, proses penyusunan dan pembentukan Raperda ini sudah memenuhi ketiga aspek tersebut. Namun demikian, Berdasarkan pertimbangan dan argumentasi tersebut di atas, secara objektif, F-PKS mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa masih ada beberapa celah-celah kelemahan dan kekurangan terkait dengan teknis dan akademis, substansi materi, dan masalah lainnya yang diatur atau belum diatur dalam kelima Raperda ini.
Raperda ini sangat penting dan menjadi kebutuhan pemerintah daerah dalam mendukung kelancaran proses penyelengaraan keolahragaan di Jawa Timur. Beberapa kekurangan dan kelemahan, baik teknis maupun substansi materi yang diatur dalam Raperda ini, sudah sepatutnya mendapatkan perhatian semua pihak untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Dan untuk selanjutnya akan diserahkan kepada komisi pembahas, yakni Komisi E untuk diperbaiki dan disempurnakan.
Karena itu, F-PKS berpendapat, pembahasan Raperda ini sangat membutuhkan partisipasi aktif dari semua elemen (stackholders) masyarakat Jawa Timur dalam bentuk saran dan masukan yang konstruktif guna perbaikan dan penyempurnaan Raperda ini menjadi lebih baik dan berkualitas.
Rapat Dewan Yang Terhormat,
Demikian Jawaban Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atas Pendapat Gubernur terhadap Raperda inisiatif DPRD Jawa Timur yaitu Raperda tentang Penyelenggaraan Keolahragaan. Akhirnya, semoga Raperda ini nantinya dapat memberi kontribusi pada pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga dan pembangunan Jawa Timur.Amien
Billahi taufiq wal hidayah. Ihdinash shirothol mustaqim.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Surabaya,  28 Mei 2012
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Jawa Timur
ttd.
Arif Hari Setiawan, ST., MT.Ketua


sumber : http://www.fpks-jatim.org/

Posting Komentar untuk "Jawaban FPKS Atas Pendapat Gubernur Terhadap Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan"